KEJAHATAN DALAM DUNIA BISNIS

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Kemajuan teknologi digital yang dipadu dengan telekomunikasi telah membawa komputer memasuki masa-masa "revolusi"-nya. Di awal tahun 1970-an, teknologi PC atau Personal Computer mulai diperkenalkan sebagai alternatif pengganti mini computer. Dengan seperangkat komputer yang dapat ditaruh di meja kerja (desktop), seorang manajer atau teknisi dapat memperoleh data atau informasi yang telah diolah oleh komputer (dengan kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan mini computer, bahkan mainframe). 
Kegunaan komputer di perusahaan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi, namun lebih jauh untuk mendukung terjadinya proses kerja yang lebih efektif. Tidak seperti halnya pada era komputerisasi dimana komputer hanya menjadi "milik pribadi" Divisi EDP (Electronic Data Processing) perusahaan, di era kedua ini setiap individu di organisasi dapat memanfaatkan kecanggihan komputer, seperti untuk mengolah database, spreadsheet, maupun data processing (end-user computing). Pemakaian komputer di kalangan perusahaan semakin marak, terutama didukung dengan alam kompetisi yang telah berubah dari monompoli menjadi pasar bebas. Secara tidak langsung, perusahaan yang telah memanfaatkan teknologi komputer sangat efisien dan efektif dibandingkan perusahaan yang sebagian prosesnya masih dikelola secara manual. Pada era inilah komputer memasuki babak barunya, yaitu sebagai suatu fasilitas yang dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan, terutama yang bergerak di bidang pelayanan atau jasa.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kepuasan pelanggan terletak pada kualitas pelayanan. Pada dasarnya, seorang pelanggan dalam memilih produk atau jasa yang dibutuhkannya, akan mencari perusahaan yang menjual produk atau jasa tersebut: cheaper (lebih murah), better (lebih baik), dan faster (lebih cepat). Di sinilah peranan sistem informasi sebagai komponen utama dalam memberikan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, kunci dari kinerja perusahaan adalah pada proses yang terjadi baik di dalam perusahaan (back office) maupun yang langsung bersinggungan dengan pelanggan (front office). Dengan memfokuskan diri pada penciptaan proses (business process) yang efisien, efektif, dan terkontrol dengan baiklah sebuah perusahaan akan memiliki kinerja yang handal. Tidak heran bahwa di era tahun 1980-an sampai dengan awal tahun 1990-an terlihat banyak sekali perusahaan yang melakukan BPR (Business Process Reengineering), re-strukturisasi, implementasi ISO-9000, implementasi TQM, instalasi dan pemakaian sistem informasi korporat (SAP, Oracle, BAAN), dan lain sebagainya. Utilisasi teknologi informasi terlihat sangat mendominasi dalam setiap program manajemen perubahan yang dilakukan perusahaan-perusahaan.
Tidak ada yang dapat menahan lajunya perkembangan teknologi informasi. Keberadaannya telah menghilangkan garis-garis batas antar negara dalam hal flow of information. Tidak ada negara yang mampu untuk mencegah mengalirnya informasi dari atau ke luar negara lain, karena batasan antara negara tidak dikenal dalam virtual world of computer.
Penerapan teknologi seperti LAN, WAN, GlobalNet, Intranet, Internet, Ekstranet, semakin hari semakin merata dan membudaya di masyarakat. Terbukti sangat sulit untuk menentukan perangkat hukum yang sesuai dan terbukti efektif untuk menangkal segala hal yang berhubungan dengan penciptaan dan aliran informasi.
Perusahaan-perusahaan pun sudah tidak terikat pada batasan fisik lagi. Melalui virtual world of computer, seseorang dapat mencari pelanggan di seluruh lapisan masyarakat dunia yang terhubung dengan jaringan internet. Sulit untuk dihitung besarnya uang atau investasi yang mengalir bebas melalui jaringan internet. Transaksi-transaksi perdagangan dapat dengan mudah dilakukan di cyberspace melalui electronic transaction dengan mempergunakan electronic money.
Tidak jarang perusahaan yang akhirnya harus mendefinisikan kembali visi dan misi bisnisnya, terutama yang bergelut di bidang pemberian jasa. Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan perangkat canggih teknologi informasi telah merubah mindset manajemen perusahaan sehingga tidak jarang terjadi perusahaan yang banting stir menggeluti bidang lain.
Bagi negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang, dilema mengenai pemanfaatan teknologi informasi amat terasa. Di suatu sisi banyak perusahaan yang belum siap karena struktur budaya atau SDM-nya, sementara di pihak lain investasi besar harus dikeluarkan untuk membeli perangkat teknologi informasi. Tidak memiliki teknologi informasi, berarti tidak dapat bersaing dengan perusahaan multi nasional lainnya, alias harus gulung tikar.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Electronic Commerce telah menjadi primadona dalam wacana pembicaran dunia bisnis global dewasa ini. Tercatat sejumlah seminar besar mengenai hal ini telah dilakukan oleh para praktisi bisnis dan teknologi informasi di Indonesia selama kurun waktu dua tahun terakhir. Setiap seminar yang diadakan pada intinya adalah memperkenalkan seluk beluk fenomena global yang telah "memaksa" perusahaan untuk mau tidak mau mencermati keberadaan teknologi ini jika ingin tetap bersaing dan mempresentasikan beragam teknologi informasi yang tersedia di pasaran untuk membantu perusahaan meng"electronic commerce"kan dirinya dalam waktu yang relatif cepat. Majalahmajalah dan surat kabarsurat kabar berbau ekonomi dan bisnis pun tidak kalah gencarnya mempromosikan mengenai kecanggihan teknologi digital ini. Namun terlepas dari berbagai pandangan dan tanggapan yang ada, terdapat beberapa hal mendasar yang sama sekali belum tersentuh dalam berbagai wacana tersebut. Hal ini menyangkut dampak makro yang akan terjadi seandainya diasumsikan bahwa dunia nanti telah terhubung secara digital, sehingga setiap individu dan korporasi dapat dengan leluasa bertransaksi melalui internet.
Kini internet telah menjadi persoalan khusus semenjak dimanfaatkan dalam kegiatan perdagangan atau bisnis. Diakui secara ekonomi, pemanfaatan internet telah memberikan nilai tambah dalam mempercepat proses transaksi, tetapi secara yuridis masalah pemanfaatan internet ini  sangat riskan bagi para pihak karena karakteristiknya sangat berbeda dengan bisnis konvensional, sehingga sulit dijangkau dengan aturan hukum yang berlaku.
E-Commerce merupakan salah satu bentuk tranksaksi perdagangan paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini konsep pasar tradisional (penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi sistem Telemarketing (jarak jauh menggunakan internet). E-Commerce pun telah mengubah cara konsumen dalam memperoleh produk yang diinginkan.
Alasan ini didasarkan kepada suatu realitas bahwa transaksi e-commerce yang memanfaatkan media internet sifatnya tidak hanya sebatas lingkup lokal atau nasional tetapi berjalan tanpa batas, sehingga menimbulkan choice
c. Acquirer (Pihak perantara penagihan yaitu pihak yang meneruskan tagihan kepada penerbit berdasarkan tagihan yang telah masuk kepadanya yang telah diberikan oleh penjual dan pihak inilah yang melakukan pembayaran terhadap penjual) dan (pihak perantara pembayaran yaitu bank dimana pembayaran kredit dilakukan oleh pemegang kartu kredit kemudian akan mengirimkan pembayaran tersebut kepada penerbit kartu kredit).
d.  Issuer (perusahaan kartu kredit yang menerbitkan kartu), Diindonesia ada beberapa lembaga yang diizinkan untuk menerbitkan kartu kredit, yaitu :
1). Bank dan lembaga keuangan bukan bank. Tidak semua bank dapat menerbitkan kartu kredit, hanya bank yang memperoleh izin dari Card International dapat menerbitkan kartu kredit seperti Master dan Visa Card.
2). Perusahaan non bank dalam hal ini PT. Dinner Jaya Indonesia Internasional yang membuat perjanjian dengan perusahaan yang ada di luar negeri.
3). Perusahaan yang membuka cabang dari perusahaan induk yang ada di luar negeri, yaitu American Express.
Dalam e-commerce, sistem pembayaran yang diguanakan adalah antara lain menggunakan :
1) Tunai atau electronic cash.
Sistem ini mirip dengan pemakaian uang tunai dalam kegiatan sehari-hari, dimana konsumen akan membayar dengan koin atau uang kertas kepada penjual. Dalam sistem E-Commerce nilai dari koin atau uang kertas ini akan digantikan oleh nilai digital (digital value) atau dengan digital token.
Beberapa contoh dari sistem ini adalah; NetCash, VisaCash, Ecash, Millicent, CyberCoin, WorldPay
Dalam menerapkan sistem pembayaran tunai ini ada beberapa sistem E-Commerce yang menerapkan pembayaran offline, yaitu pembayaran dilakukan ditempat konsumen pada saat barang diantar (cash on delivery).
2) Sistem debit.
Pada sistem debit pembayaran dilakukan dengan cara mengambil (di debit) dari rekening konsumen. Contoh dari sistem ini antara adalah; Bank Internet Payment System (BIPS), FSTC Electronic Check (Echeck), Ecount.
3) Sistem kredit
Pada Sistem ini kewajiban pembayaran dialihkan kepada pihak ketiga. Pedagang akan menerima pembayaran dari pihak ketiga (perantara), sementara penagihan pembayaran terhadap konsumen akan dilakukan oleh pihak ketiga. Sistem ini terdiri dari Credit Card over HTTP/SSL dan SET.
4) Digital Cash
Digital cash adalah bentuk elektronik dari uang yang kita kenal sehari-hari. Digital Cash dapat dibeli dari Bank yang menerbitkannya. Digital Cash ini dikembangkan oleh David Chaum yang dikenal sebagai bapak uang elektronik. Uang elektronik yang dikeluarkan DigiCash diberi nama Ecash
5) CyberCash
CyberCash adalah sebuah cara pembayaran yang ditujukan terutama untuk transaksi pembayaran barang-barang yang berharga murah (micropayments) di internet, karena kartu kredit tidak dapat digunakan untuk transaksi yang nilainya di bawah minimum pembelian. Dalam skenario CyberCash konsumen diberi sebuah dompet elektronik yang disebut wallet. Wallet tersebut dipasang pada komputer konsumen dan dijalankan browser pada saat konsumen berbelanja.
Sebelum digunakan konsumen harus mengisi wallet-nya terlebih dahulu dengan kartu kredit atau dengan uang elektronik yang diedarkan CyberCash yang diberi nama CyberCoin. Wallet ini terhubung secara elektronik dengan informasi kartu kredit konsumen. Pada sisi pedagang digunakan perangkat lunak Secure Merchant Payment System (SMPS) yang disediakan oleh CyberCash. Perangkat lunak ini berfungsi menghubungkan antara Pedagang dengan CyberCash. Sebelum menggunakan CyberCash Pedagang harus mendaftar terlebih dahulu kepada CyberCash.
6) First Virtual
First Virtual adalah sebuah perusahaan jasa pelayanan pembayaran transaksi di internet dengan menggunakan kartu kredit. First Virtual bertindak sebagai perantara antara konsumen, pengelola kartu kredit dan pedagang.
Dalam skenario sistem pembayaran yang dilakukan First Virtual konsumen membayar kepada First Virtual terlebih dahulu. Setelah First Virtual menerima pembayaran dari pengelola kartu kredit konsumen, baru kemudian pedagang menerima pembayaran dari First Virtual.
7) NetChex
NetChex adalah cek elektronik yang ditulis konsumen dengan menggunakan perangkat lunak yang dikeluarkan NetChex. Sebelum konsumen dapat menggunakan NetChex terlebih dahulu harus mendaftar ke NetChex untuk mendapatkan shadow account. Waktu konsumen menulis cek yang digunakan bukan lagi nomor rekening asli tapi menggunakan shadow account, sehingga nomor rekening bank dan data sensitif lainnya tidak perlu ditransmisikan lewat internet. Pada waktu proses kliring yang terlibat adalah bank konsumen, bank pedagang dan NetChex sebagai perantara yang menyimpan data rekening asli dan shadow account dari konsumen dan pedagang, proses kliringnya tetap dilakukan sesuai cara yang digunakan perbankan.
8). E-Gold
Hampir sama dengan digitalCash, E-Gold juga merupakan uang elektronik yang dikeluarkan oleh perusahaan E-Gold tapi dalam bentuk emas, sehingga nilai uangnya akan mengikuti harga emas dipasaran. Untuk dapat menggunakan E-Gold konsumen dan pedagang harus mendaftar terlebih dahulu untuk mendapatkan account dari E-Gold. Pembayaran dilakukan dengan mentransfer E-Gold dalam jumlah tertentu ke account E-Gold pedagang.
B. Permasalahan Mendasar dalam e-commerce.
Permasalahan-permasalahan yang mendasar dalam e-commerce adalah sebagai berikut :
1. Permasalahan yang bersifat substantif, :
a). Keaslian data message dan digital signature.
Keabsahan data message ini menadi persoalan yang sangat vital dalam e-commerce, karena data message inilah yang dijadikan dasar utama terbentuknya suatu kontrak, baik itu dalam hubungannya dengan kesepakatan ketentuan-ketentuan dan persyaratan kontrak ataupun dengan substansi kesepakatan itu sendiri.
b). Keabsahan (Validity).
Keabsahan suatu kontrak tergantung pada pemenuhan syarat-syarat kontrak. Apabila syarat-syarat kontrak terlah terpenuhi, yang terutama adalah adanya kesepakatan atau persetujuan antara para pihak, maka kontrak dinyatakan terjadi. Dalam e-commerce ini, terjadinya kesepakatan sanagat erat hubungannya dengan penerimaan atas absah dan otentiknya data message yang memuat kesepakatan itu.
c.). Kerahasiaan (Privacy)
Kerahasiaan ini meliputi data dan atau informasi dan juga perlindungan terhadap data dan informasi tersebut dari akses yang tidak sah dan berwenang.
d). Keamanan (Security)
Masalah keamanan merupakan masalah penting karena keberadaannya menciptakan rasa nyaman bagi para pengguna (user) dan pelaku bisnis untuk tetap menggunakan media elektronik sebagai kepentingan bisnisnya.
e). Ketersediaan (availability).
Permasalahan lain yang harus diperhatikan juga adalah keberadaan informasi yang dibuat dan ditransmisikan secara elektronik yang harus ada setiap kali dibutuhkan.
2. Permasalahan yang bersifat prosedural.
Yaitu pengakuan dan daya mengikat putusan hakim dari negara lain untuk diberlakukan dan dilaksanakan di negeri lawan, sekalipun hal ini memakai instrumen-instrumen internasional.
Sepanjang menyangkut permasalahan-permasalahan pidana, suatu negara memiliki jurisdiksi sebagai berikut :
a).  Jurisdiksi dengan prinsip teritorial yaitu setiap negara mempunyai jurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang dilakukan diwilayahnya, terhadap setiap orang dan setiap benda yang berada dalam wilayahnya.
b). Jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan atau kebangsaan
c).  Jurisdiksi berdasarkan perlingdungan kepentingan penting negara. Berdasarkan prinsip ini, suatu negara dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara lain yang melakukan kejahatan di luar negeri yang bisa mengancam kepentingan keamanan, kemerdekaan dan integritasnya.
d).  Yurisdiksi Universal, yaitu bahwa setiap negara mempunyai jurisdiksi untuk mengadili tindak kejahatan tertentu apabila kejahatan tersebut mengancam atau memiliki karakter membahayakan rakyat internasional tanpa melihat siapa pelaku, warga negara mana dan tempat kejadiannya dimana.
memasukkan unsurunsur origin dan accuracy of storage jika email ingin dijadikan sebagai barang bukti (sistem email telah diaudit secara teknis untuk
membuktikan bahwa hanya orang tertentu yang dapat memiliki email dengan alamat tertentu, dan tidak ada orang lain yang dapat mengubah isi email ataupun mengirimkannya selain yang bersangkutan). Termasuk pula untuk proses autentifikasi dokumen digital yang telah dapat diimplementasikan dengan konsep digital signature. Aspek hearsay yang dimaksud adalah adanya pernyataanpernyataan di luar pengadilan yang dapat diajukan sebagai bukti. Di dalam dunia maya, halhal semacam email, chatting, dan teleconference dapat menjadi sumber potensi entiti yang dapat dijadikan bukti.
Namun tentu saja pengadilan harus yakin bahwa berbagai bukti tersebut benar-benar  dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Faktor bestevidence berpegang pada hirarki jenis bukti yang dapat dipergunakan di pengadilan untuk meyakinkan pihakpihak terkait mengenai suatu hal, mulai dari dokumen tertulis, rekaman pembicaraan, video, foto, dan lain sebagainya. Halhal semacam tersebut di atas selain secara mudah telah dapat didigitalisasi oleh komputer, dapat pula dimanipulasi tanpa susah payah; sehubungan dengan hal ini, pengadilan biasanya berpegang pada
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
D. Contoh Kasus  dalam e-Commerce
Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak sekali perbuatan-perbuatan pemalsuan (forgery) terhadap surat-surat dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan bisnis. Perbuatan-perbuatan pemalsuan surat itu telah merusak iklim bisnis di Indonesia. Dalam KUH Pidana memang telah terdapat Bab khusus yaitu Bab XII yang mengkriminalisasi perbuatan-perbuatan pemalsuan surat, tetapi ketentuan-ketentuan tersebut sifatnya masih sangat umum.  Pada saat ini surat-surat dan dokumen-dokumen yang dipalsukan itu dapat berupa electronic document yang dikirimkan atau yang disimpan di electronic files badan-badan atau institusi-institusi pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Seyogyanya Indonesia memiliki ketentuan-ketentuan pidana khusus yang berkenaan dengan pemalsuan surat atau dokumen dengan membeda-bedakan jenis surat atau dokumen pemalsuan, yang merupakan lex specialist di luar KUH Pidana.
Di Indonesia pernah terjadi kasus cybercrime yang berkaitan dengan kejahatan bisnis, tahun 2000 beberapa situs atau web Indonesia diacak-acak oleh cracker yang menamakan dirinya Fabianclone dan naisenodni. Situs tersebut adalah antara lain milik BCA, Bursa Efek Jakarta dan Indosatnet (Agus Raharjo, 2002.37).
Selanjutnya pada bulan September dan Oktober 2000, seorang craker dengan julukan fabianclone berhasil menjebol web milik Bank Bali. Bank ini memberikan layanan internet banking pada nasabahnya. Kerugian yang ditimbulkan sangat besar dan mengakibatkan terputusnya layanan nasabah (Agus Raharjo 2002:38).
Kejahatan lainnya yang dikategorikan sebagai cybercrime dalam kejahatan bisnis adalah Cyber Fraud, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan melakukan penipuan lewat internet, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan kejahatan terlebih dahulu yaitu mencuri nomor kartu kredit orang lain dengan meng-hack atau membobol situs pada internet.
Menurut riset yang dilakukan perusahaan Security Clear Commerce yang berbasis di Texas, menyatakan Indonesia berada di urutan kedua setelah Ukraina (Shintia Dian Arwida. 2002).
Cyber Squalling, yang dapat diartikan sebagai mendapatkan, memperjualbelikan, atau menggunakan suatu nama domain dengan itikad tidak baik atau jelek. Di Indonesia kasus ini pernah terjadi antara PT. Mustika Ratu dan Tjandra, pihak yang mendaftarkan nama domain tersebut (Iman Sjahputra, 2002:151-152).
Satu lagi kasus yang berkaitan dengan cybercrime di Indonesia, kasus tersebut diputus di Pengadilan Negeri Sleman dengan Terdakwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok. Dalam kasus tersebut, terdakwa didakwa melakukan Cybercrime. Dalam amar putusannya Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Petrus Pangkur alias Bonny Diobok Obok telah membobol kartu kredit milik warga Amerika Serikat, hasil kejahatannya digunakan untuk membeli barang-barang seperti helm dan sarung tangan merk AGV. Total harga barang yang dibelinya mencapai Rp. 4.000.000,- (Pikiran Rakyat, 31 Agustus 2002).
Namun, beberapa contoh kasus yang berkaitan dengan cybercrime dalam kejahatan bisnis jarang yang sampai ke meja hijau, hal ini dikarenakan masih terjadi perdebatan tentang regulasi yang berkaitan dengan kejahatan tersebut. Terlebih mengenai UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Internet dan Transaksi Elektronika yang sampai dengan hari ini walaupun telah disahkan pada tanggal 21 April 2008 belum dikeluarkan Peraturan Pemerintah untuk sebagai penjelasan dan pelengkap terhadap pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Disamping itu banyaknya kejadian tersebut tidak dilaporkan oleh masyarakat kepada pihak kepolisian sehingga cybercrime yang terjadi hanya ibarat angin lalu, dan diderita oleh sang korban.
A. KESIMPULAN
1. Definisi dari "E-Commerce" sendiri sangat beragam, tergantung dari perspektif atau kacamata yang memanfaatkannya. Association for Electronic Commerce secara sederhana mendifinisikan E-Commerce sebagai "mekanisme bisnis secara elektronis". CommerceNet, sebuah konsorsium industri, memberikan definisi yang lebih lengkap, yaitu "penggunaan jejaring komputer (komputer yang saling terhubung) sebagai sarana penciptaan relasi bisnis". Tidak puas dengan definisi tersebut, CommerceNet menambahkan bahwa di dalam E-Commerce terjadi "proses pembelian dan penjualan jasa atau produk antara dua belah pihak melalui internet atau pertukaran dan distribusi informasi antar dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan intranet".
2. Permasalahan –permasalahan yang mendasar dalam  e-commerce antara lain :
Pertama, di dalam dunia maya, virtualisasi merupakan konsep utama yang mendasari bentuk dan struktur sebuah perusahaan. Di dalam perusahaan virtual, aset-aset yang bersifat fisik sedapat mungkin ditiadakan. Para pelanggan yang ada di seluruh dunia tidak berhadapan dengan institusi melalui transaksi fisik yang melibatkan bangunan, orang, dan benda-benda riil lainnya, melainkan hanya berhadapan dengan sebuah situs elektronik. Cukup dengan uang $35 setahun (untuk memesan sebuah domain alamat), sebuah perusahaan dapat berdiri dan menawarkan jasa atau produknya ke berbagai negara, tanpa harus dibebani dengan berbagai urusan administratif. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mempersulit pendirian sebuah perusahaan akan mengurangi niat pemain-pemain baru untuk mendirikan perusahaan virtual, yang artinya akan membuat lesu industri di dunia maya.
Kedua, model bisnis yang diterapkan cenderung menghilangkan segala bentuk mediasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena melalui jaringan internet, individu dapat dengan mudah melakukan transaksi dengan individu lain (atau antar perusahaan) secara cepat. Fenomena ini adalah bentuk sederhana dari sebuah pasar bebas dimana kedua pihak yang bertransaksi secara sadar melakukan pertukaran jasa atau produk dengan resiko yang disadari bersama. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mengurangi keuntungan maksimum yang selama ini didapatkan oleh kedua belah pihak yang melakukan transasksi akan berakibat berkurangnya frekuensi dan volume bisnis di internet.
Ketiga, batasan antara produsen dan konsumen menjadi kabur. Istilah yang berkembang adalah "prosumer" karena model bisnis yang ada di dunia maya memungkinkan seseorang untuk menjadi produsen dan konsumen pada saat yang bersamaan (seperti kasus keanggotaan American Online, E-Groups, Geocities, dsb.). Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang mendasarkan diri pada sistem ekonomi konvensional (seperti hukum permintaan dan penawaran) akan mencegah tumbuhnya berbagai model bisnis yang selama ini menjadi daya tarik dan keunggulan dari dunia maya.
Keempat, adalah suatu kenyataan bahwa sebuah perusahaan virtual tidak dapat mengerjakan seluruh bisnisnya sendiri, melainkan harus melakukan kerja sama dengan berbagai perusahaan virtual lainnya (seperti merchants, content providers, technology vendors, dsb.). Hal ini berakibat adanya ketergantungan antar perusahaan di internet yang sangat tinggi. Penerapan pasal-pasar cyberlaw yang mempermudah sebuah perusahaan untuk gulung tikar akan berakibat runtuhnya bisnis beberapa perusahaan lain yang bergantung padanya.
Kelima, sumber daya utama yang mutlak dibutuhkan dalam proses penciptaan produk dan jasa adalah pengetahuan (knowledge). Karena pengetahuan pada dasarnya melekat pada sumber daya manusia (unsur-unsur kreativitas, intelektualitas, emosional, dsb.), tidak mengenal batasan negara, dan mudah dipertukarkan maupun dikomunikasikan, maka segala bentuk proteksi menjadi tidak relevan dan efektif untuk diterapkan. Penerapan pasal-pasal cyberlaw yang bersifat membatasi dan mengekang individu untuk mempergunakan atau mempertukarkan pengetahuan yang dimilikinya akan berdampak berkurangnya jenis produk atau jasa yang mungkin diciptakan.
Dari kelima prinsip utama di atas terlihat bahwa perumusan dan pengembangan cyberlaw harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Dunia maya merupakan satu-satunya arena bisnis saat ini yang telah menerapkan konsep pasar bebas dan globalisasi informasi secara hampir sempurna. Keberadaan cyberlaw pada dasarnya sangat dibutuhkan bukan semata-mata untuk melindungi hak-hak konsumen atau menegakkan keadilan dalam aturan main bisnis, namun lebih jauh untuk mencegah terjadinya "chaos" di dunia maya. Karena walau bagaimanapun, kekacauan di dunia maya akan berdampak secara langsung terhadap kehidupan manusia di dunia nyata.
3.  Penerapan cyberlaw yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi digital dapat berakibat tidak berkembangnya model transaksi bisnis modern ini. Pemikiran mengenai cyberlaw ada baiknya untuk mulai dibuka dan dipandang serius. Hal ini sangat perlu dilakukan mengingat banyaknya para praktisi hukum, manajemen, bisnis, dan teknologi informasi yang ingin buru-buru menyusun dan membuat konsepnya tanpa pemahaman yang lengkap dan memadai mengenai konsep perdagangan elektronik, atau yang lebih dikenal sebagai e-commerce. Gagal memahami dan mengerti mengenai bagaimana konsep bisnis di dunia maya terjadi dapat membuat keberadaan cyberlaw menjadi kontraproduktif. Implementasi cyberlaw yang pada mulanya ditujukan untuk menggairahkan bisnis e-commerce tidak mustahil malah berdampak sebaliknya, yaitu mematikan pertumbuhan konsep bisnis yang sedang menjadi trend di berbagai belahan dunia. E-commerce merupakan salah satu varian dari e-business yang hanya akan secara efektif beroperasi jika prinsip-prinsip ekonomi digital dipenuhi.
4. Kasus-kasus cybercrime dalam bidang e-commerce sebenarnya banyak sekali terjadi, namun ditengah keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia dibidang penyelidikan dan penyidikan, banyak kasus-kasus yang tidak terselesaikan bahkan tidak sempat dilaporkan oleh korban.
B. Saran
Teknologi telah berkembang pesat dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk bisnis. Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah berjalan sedemikian rupa, sehingga kondisi pada saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan beberapa waktu yang lalu. Pemanfaatan teknologi tersebut telah mendorong pertumbuhan bisnis yang pesat, karena berbagai informasi telah dapat disajikan dengan canggih dan mudah diperoleh, dan melalui hubungan jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi telekomunikasi dapat digunakan untuk bahan melakukan langkah bisnis selanjutnya, pihak-pihak yang terkait dalam transaksi tidak perlu bertemu face to face, cukup melalui peralatan komputer dan telekomunikasi, kondisi yang demikian merupakan pertanda dimulainya era siber dalam bisnis.
Perkembangan teknologi khususnya internet, menyebabkan terbentuknya sebuah era baru yang disebut sebagai dunia maya, yang berarti bahwa setiap individu memiliki hak dan kemampuan untuk berhubungan dengan individu yang lain. Internet memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis. Internet tidak lagi digunakan perusahaan hanya untuk sekedar mendapatkan informasi, melainkan sudah menjadi bagian penting dalam perusahaan khususnya dalam kegiatan transaksi. Transaksi tidak lagi berlangsung secara manual, namun hanya dengan "klik" transaksi dapat terjadi. Kegiatan bisnis seperti inilah yang dinamakan dengan e-commerce. E-commerce merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan antara dua pihak atau lebih, terjadi adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi yang menggunakan internet sebagai media utama dalam proses atau mekanisme perdagangan tersebut.
Di satu sisi, internet memberikan manfaat bagi para pelaku bisnis yang dapat memungkinkan adanya transaksi secara global. Namun, di sisi lain internet juga tidak terlepas dari adanya kelemahan terutama dalam tindak kejahatan atau kecurangan komputer dan internet. Bukan hanya karena dikerjakan oleh komputer, maka segala kegiatan bisnis berjalan lancar dan benar. E-commerce juga tidak lepas dari adanya kesalahan dan rawan akan tindak kejahatan. Untuk itu, dibutuhkan sistem keamanan yang dapat memberikan jaminan bagi perusahaan yang menjalankan e-commerce. Hal inilah yang menuntut adanya kemampuan baru bagi auditor untuk melaksanakan tugasnya baik auditor internal maupun auditor eksternal.
Adanya hukum siber (cyberlaw) akan membantu pelaku bisnis dan auditor untuk melaksanakan tugasnya. Cyberlaw memberikan rambu-rambu bagi para pengguna internet. Pengguna internet dapat menggunakan internet dengan bebas ketika tidak ada peraturan yang mengikat dan "memaksa". Namun, adanya peraturan atau hukum yang jelas akan membatasi pengguna agar tidak melakukan tindak kejahatan dan kecurangan dengan menggunakan internet. Bagi auditor, selain menggunakan standar baku dalam mengaudit sistem informasi, hukum yang jelas dan tegas dapat meminimalisasi adanya tindak kejahatan dan kecurangan sehingga memberikan kemudahan bagi auditor untuk melacak tindak kejahatan tersebut. Adanya jaminan keamanan yang diberikan akan menumbuhkan kepercayaan di mata masyarakat pengguna sehingga diharapkan pelaksanaan e-commerce khususnya di Indonesia dapat berjalan dengan baik.
Dan juga saran yang paling utama adalah :
1. Agar ditingkatkan Sumber Daya Manusia para penegak hukum di Indonesia, melalui pelatihan-pelatihan yang secara khusus membahas permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan teknologi informasi khususnya bidang e-commerce.
2. Pemerintah agar mensosialisasikan Undang-Undang Nomo 11 Tahun 2008 Tentang Internet Dan Transaksi Elektronika dna segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai pedoman pelaksana undang-undnag tersebut.

Download serta lihat artikel lainya di sini dan salam sukses semoga bermanfaat
 
REFERENSI
Abdul Wahid, Mohammad Labib, Kejahatan Mayantara, Cyber Crime, Refika Aditama, Bandung, 2005
Barda Nawawi Arief, Tindak Pidana Mayantara, Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2006
Budi Rahardjo Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, insane Indonesia, bandung 1998-2005.
Cambridge William Gibson, 1984, Neuromancer, New York:Ace, hal. 51, dikutip dari Agus Raharjo, Cybercrime, Citra Aditya, Bandung, 2002
Didik M Arief Mansur, Gultom, Elisatris, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, cet.ke-2, 2009
Eoghan Casey , Digital Evidence and Komputer Crime, (London : A Harcourt Science and Technology Company, 2001)
Ricardus Eko Indrajit, E-Business; Konsep Dan Aplikasi E-Business, Edisi Koleksi dan Pemikiran, Editor Yurindra, ____________
Ricardus Eko Indrajit, E-Commerce; Kiat Dan Strategi Di Dunia Maya, Edisi Koleksi dan Pemikiran, Editor Yurindra, ___________

 
[1]) Lihat juga Didik M Arief Mansur, Gultom, Elisatris, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, cet.ke-2, 2009, hlm.35-36.

Artikel Terkait